Negosiasi Orang Kampung
penilaian: +2+x

Ruang interogasi Situs-79 tengah digunakan siang itu. Perangkat untuk interogasi seperti perekam telah terpasang meski belum dinyalakan. Dua orang penanya sudah duduk di satu sisi meja, diikuti dua orang penjaga di belakangnya.

Kursi lain di meja seberang masih kosong, belum diisi siapa pun. Atau apa pun.

Peneliti Junior dengan kode nama ‘Balefire’ duduk di salah satu kursi dekat kamera. Masker gas khasnya digunakannya; masih tidak berani pergi ke mana pun tanpanya meski sudah beberapa minggu melatih diri menggunakan alternatif yang lebih umum seperti masker medis.

Di sisi kirinya, Dr. Lira Saidah, sang Kepala Laboratorium dan Bangsal Medis Lantai Euclid Situs-79 duduk. Jari telunjuk tangan kanannya berkali-kali mengetuk meja dengan tidak sabaran, menunggu kursi di depan mereka diduduki yang ditanya.

Balefire mengamati Lira di sampingnya. Tugasnya cuma membantunya jikalau ada yang diperlukannya selama interogasi seperti menghidupkan dan mematikan perekam. Dia memang peneliti junior dan memang ditugaskan untuk mendampingi peneliti lain sekelas Lira, tetapi dia sudah ditugaskan dengan atasannya Louis.

Dia duduk diam, mencoba mengingat bagaimana dia bisa berakhir di sini.


Pintu ruangan Peneliti Senior Christopher Louis diketok pagi itu. Balefire yang tengah rebahan di kursi besar milik Louis duduk tegak seketika. Sudah tiga hari Louis cuti karena alasan pribadi dan Balefire ditugaskan untuk mengatakan hal tersebut kepada siapa pun yang mencarinya.

Dia mengamati ke sekeliling ruangan sebelum membuka pintu. Seluruh ruangan masih rapi dan tidak ada kertas tercecer. Komputer Louis mati, bukan karena Balefire disuruh untuk tidak menyalakannya, tetapi karena dua hari yang lalu dia gagal membobol kata sandi komputernya. Juga dia tahu jika dia sukses membobolnya dan terhubung ke jaringan internal Yayasan, akses komputernya akan terekam. Komputernya sendiri pun mati, memang karena tidak ada kerjaan.

Balefire membuka pintu ruangan Louis untuk melihat siapa yang mengetuk; seorang perempuan dengan jas dokter berdiri di luar.

Lira yang awalnya membelakanginya langsung berbalik begitu mendengar suara. “Kau saat ini dikasih kerjaan ama Louis, ga?” Tanyanya. Dia tahu Louis tidak masuk kerja sejak kemarin.

“Uh… saat ini tidak, Bu Lira.” Jawab Balefire dengan jujur.

“Kau bisa temani aku sebentar ga ke ruang interogasi? Daripada tidak ada kerjaan, mending bantu aku.” Katanya langsung.

Balefire tertegun sebelum menjawab, “Ya, bisa sih. Saya ambil kunci ruangan dulu, ya.” Selagi berbalik dan menutup pintu. Dia mengambil kunci ruangan di mejanya dan keluar segera. Lira memutuskan untuk berjalan duluan daripada menunggu, membuat Balefire setengah berlari untuk sampai di belakang Lira.

“Jadi, ruang interogasi? Kau perlu keteranganku mengenai insiden kemarin?” Tanya Balefire, merujuk ke insiden sebelumnya yang melibatkan SCP-014-ID-B.

“Tidak. Yah, memang terkait itu, tapi tugasmu nanti bantu aku siapin perlengkapan dan semacamnya.” Lira berjalan ke arah kanan, menuju koridor pembatas area kantor dan area penahanan lantai euclid.

“Oh, oke. Tapi siapa yang menginterogasi siapa?” Balefire mengikuti dari belakang.

Lira membuka pintu ganda ruang pembatas, “Ini urusanku dan monyet keparat itu.”

Balefire mengalihkan pandangannya, “Bukan itu maksudku, tetapi okelah. Jadi ada apa dengan mereka?”

Mereka menunjukan kartu pengenal mereka kepada penjaga di pos yang berada di samping kiri mereka dulu sebelum Lira menjawab, “Makhluk keparat itu mencuri dokumen penelitianku! Tentu ku tinggalkan di meja saat mereka menyerbu masuk. Aku ribut mencarinya sepanjang pagi dan begitu ku dengar dari penjaga tadi pagi, ternyata mereka pelakunya.”

“Mereka bisa mencuri dokumen? Untuk apa?” Tanya Balefire keheranan, mengingat betapa primitifnya tingkah mereka saat pertemuan singkatnya dengan mereka ketika insiden.

“Mereka mencuri apa saja. Dan juga- kau tahu, nanti ku jelaskan. Yang jelas kita ke ruang interogasi dulu.” Kata Lira selagi mempercepat langkahnya.


“Jadi kenapa Bu Lira yang menjadi penanya? Ku kira ini urusan Pak Herria.” Balefire melipat tangannya dan bersandar di kursinya selagi menunggu yang diwawancara.

“Ini tanggung jawabku atau Louis sebagai penanggung jawab SCP-014-ID-B untuk mewawancarai spesimennya sendiri.” Jawab Lira, masih tidak sabaran menunggu.

Itu mendapat perhatian Balefire, “Mereka bisa diajak berkomunikasi? Maksudku, diajak bicara dan semacamnya?”

“Bisa dibilang proyek kami, aku dan Louis, sempat berhasil. Kita mendidik satu entitas untuk berkomunikasi, kode namanya ‘Bunyamin’. Setelah beberapa bulan, dia berhasil menggunakan bahasa isyarat sederhana dengan lancar.”

Lira menghela nafasnya sebelum melanjutkan, “Sayangnya dia… bilang saja kepribadiannya lumayan menjengkelkan. Akhirnya kita mengakhiri proyek dengannya dan mencoba menggunakan entitas lain. Sialnya kandidat lain yang kita coba didik dibunuhnya begitu dikembalikan ke ruang penahanan. Sekarang tantangannya adalah membuat sifat individualisme pada entitas SCP-014-ID-B untuk membuat mereka tidak merasa terikat kepada pemimpinnya dan mengurung mereka di sel yang terpisah dari koloninya.”

“Ah, pemimpinnya. Mengenai itu, ada yang ku sadari waktu membaca dokumen SCP-014-ID. Jujur aku masih tidak percaya kita memanggil pemimpinnya ‘Pak Haji’.”

Lira tertawa kecil, “Heh, hidup lebih absurb dari fiksi.”

“Jadi, apa ada panggilan tertentu untuk pemimpin SCP-014-ID-B? Penasaran saja.” Balefire melanjutkan.

“Para personel sini memanggilnya ‘Jagoan’. Dulu perebutan gelar kepemimpinan cukup brutal dan sering terjadi karena tidak ada penanda kepemimpinan seperti peci pada pemimpin koloni di Kalimantan. Jadi kita menangkap pemimpin saat itu dan memberinya ikat lengan dari kain putih. Setiap pergantian pemimpin, kita beri ikat lengan tersebut. Sekarang posisi tersebut dipegang entitas yang kau lihat kemarin.”

“Putih? Tetapi kemarin-“ Balefire mencoba mengingat warna ikat lengan sang pemimpin koloni, lalu terdiam.

Lira paham apa yang dia tengah pikirkan dan menjawab, “Yah. Untungnya itu dari sesama entitas dan bukan dari personel. Antara dia tahu pelurunya bisa habis atau dia menikmati perkelahian tangan kosong.”

Balefire hanya mengangguk mendengarkan penjelasan Lira. Tidak ada pertanyaan lagi yang diajukannya.

Sesaat kemudian, dua orang penjaga masuk. Mereka menyeret sebuah entitas masuk ke ruangan. Entitas SCP-014-ID-B ini sedikit unik; dia mengenakan semacam kain besar lusuh yang dua sudutnya diikatkan melingkar ke lehernya, menutupi separuh tubuhnya. Sebuah kacamata tanpa bingkai dikenakannya.

Seorang pria lagi masuk, mengikuti mereka bertiga. Penjaga tadi mendudukkan makhluk itu di kursi seberang. Pria yang baru masuk lagi berdiri di sampingnya.

Lira menoleh ke arah Balefire dan berkata, “Langsung saja, nyalakan perekam itu.”

Balefire mengangguk dan berdiri untuk menyalakannya. Dia melihat jangkauan kamera perekam itu dan memutuskan untuk tetap berdiri agar tidak ikut terekam.


Mengakses Berkas: Interogasi_04-05-2018.txt…

Pewawancara: Kepala Laboratorium dan Bangsal Medis Lantai Euclid Situs-79 Dr. Lira Saidah
Narasumber: SCP-014-ID-B-5 (Diwakilkan penerjemah)


[MEMULAI REKAMAN]

Lira: Baik, interogasi dengan SCP-014-ID-B-5 dimulai. Kami mengetahui koloni kalian mencuri sekumpulan dokumen penting kami saat insiden pelanggaran penahanan kemarin. Sekarang kami berniat meminta kerja sama mu untuk mendapatkan kembali sekumpulan

SCP-014-ID-B-5 (Diwakilkan penerjemah): Subjek ingin dirujuk dengan menggunakan nama panggilannya

Lira: (Menghela nafas) Baik, Bunyamin, kami ingin meminta dokumen kami kembali. Apa kau bisa melakukannya?

SCP-014-ID-B-5 (Diwakilkan penerjemah): Subjek berkata dia menginginkan dokumen tersebut untuk pengetahuan atas kaumnya.

Lira: Sial. Dengar, katakan padanya kita akan memberikan salinannya. Serahkan saja dokumenku.

SCP-014-ID-B-5 (Diwakilkan penerjemah): Subjek berkata dia menolak karena pengetahuan tersebut berharga dan… dianggap tidak ternilai.

Lira: Dengar, kau tidak dalam posisi untuk menegosiasikan hal tersebut, Bunyamin. Antara kau mengambil dokumen itu atau kami akan menjarah kampung kalian lagi.

SCP-014-ID-B-5 (Diwakilkan penerjemah): (Gugup) Su… Subjek berkata semoga beruntung.

Lira: Sial- (Menoleh ke arah luar jangkauan kamera) Kau, matikan kameranya. Interogasi ini berakhir.

[MENGAKHIRI REKAMAN]


Lira mengalihkan pandangannya ke arah penjaga, “Hantamkan kepalanya ke meja!”

Penjaga tersebut langsung mengiyakannya. Kepala entitas bernama Bunyamin tersebut didorong salah satu penjaga dengan keras menghantam meja. Penjaga tersebut pun mundur setelah melakukannya.

Bunyamin sendiri mengeluarkan semacam suara mirip tertawanya kera. Lira semakin emosi melihatnya. “Ini alasanku membencimu, Bunyamin.”

Bunyamin hanya memberikan serangkaian gestur tangan. Sang penerjemah di sampingnya menutup mulutnya dan berkata, “Ku- ku harap kau tidak ingin aku menerjemahkannya karena sedikit… tidak pantas.”

Lira mengalihkan pandangannya ke kedua penjaga, “Bawa saja dia pergi. Terserah kalian mau memukulinya atau apa. Sumpah, jika Louis tidak melarang kita untuk membunuhnya, sudah kulakukan sendiri dari dulu.”

Kedua penjaga tersebut memegang bahu Bunyamin dan menyeretnya keluar. Penerjemahnya mengikuti dari belakang.

“Jadi kita akan menjarah ruang penahanan mereka?” Balefire yang berdiri di balik perekam bertanya.

“Tidak, itu cuma untuk rekaman. Aslinya tidak ada penjaga yang ingin baku tembak dengan mereka.” Lira menghela nafas, “Ruangan mereka sudah seperti habitat lama mereka di Kalimantan dulu. Louis menyediakan sekumpulan properti untuk membuat rumah dan mengajari mereka untuk membuat hunian. Ruangan itu bahkan punya selokan berisi air mengalir bak sungai kecil. Pembersihan ruangan? Sapu bersih lantai dengan gelombang air dan hujan buatan.”

Lira berdiri dari kursinya, “Ku rasa kita memberi mereka terlalu banyak. Termasuk harapan kami.”

“Dan mengenai dokumen Bu Lira?” Balefire ikut berjalan mengikuti Lira keluar. Rekaman di alat perekam akan diambil staf arsip, jadi dia bisa meninggalkannya.

“Ada berkas digitalnya, meski dokumen yang lama itu berisi catatan tanganku juga. Semoga aku masih ingat apa saja bagian penting yang ku catat di sana.”

Lira duluan berjalan ke luar ruangan interogasi yang terhubung ke ruang observasi, diikuti Balefire yang menutup pintu ruang interogasi. Balefire berencana untuk segera kembali ke ruangan Louis dan rebahan, jadi dia mempercepat langkah dan berjalan di belakang Lira yang membuka pintu ruang observasi.

Balefire melihat Lira menoleh ke kanan dan berkata, “Toni? Lu dapat proyek penelitian?”

Dia berjalan ke luar ruangan dan melihat Toni berdiri di sebelah kanan mereka. Dia memakai kemeja hijau tua dengan motif kotak-kotak kali ini. Kedua tangannya dimasukannya ke kantong celananya. Rambut hitamnya tidak tertutup topi seperti kemarin. Ekspresi Toni terlihat seperti baru saja tertawa.

“Nah, masih nganggur. Tadi mengunjungi Rina as usual. Oh hi, Mate.” Kata Toni yang melihat Balefire yang melangkah ke luar ruangan. “Jadi aku melihat Bunyamin diseret penjaga tadi. Cuma dia yang make kacamata, kan? Entah untuk apa… Jadi kalian menginterogasinya?”

Lira melipat kedua lengannya selagi menoleh ke ruangannya di seberang. “Sekumpulan monyet itu mengambil catatan penelitianku. Memang hanya seratus lebih kertas salinan dokumen digitalku yang dijepit seadanya karena cuma referensi, tetapi aku ingat menaruh catatan tulis tangan di hampir tiap halaman.”

“Yah, ku rasa itu lah kebiasaan mereka. Apa mereka mengonfirmasi pencurian itu?” Toni bertanya.

Lira menggeleng, “Aku tahunya dari para penjaga. Tadi aku sudah… meminta baik-baik agar berkas ku dikembalikan, tetapi tidak dikasih.”

Lira menoleh ke kiri dan ke kanan sebelum mendekat beberapa langkah ke arah Toni dan bertanya, “Tadi ku minta penjaga untuk maksa dia bicara selagi dibawa kembali. Lu ada liat mereka ada mukulin Bunyamin ga?”

“Tadi ada sih mereka mukul dia pakai siku. Ku kira mereka iseng aja.”

“Heh, siapa tahu mau diajak negosiasi lagi.” Lira cuma mengangkat bahu selagi mengalihkan pandangan.

Balefire awalnya mengira dia cuma menghindari kontak mata sebelum dia mulai berjalan ke arah bangsal medis. “Sebaiknya aku kembali ke ruangan sekarang, Toni. Lebih cepat ku buat salinannya, semakin baik.”

Setelah itu Lira berjalan menjauh. Tersisa Toni dan Balefire sekarang.

“Dan kau, mate. Lira mengikutkanmu dalam proyek penelitian SCP-014-ID-B?” Toni bertanya kembali.

Balefire hanya menggeleng, “Tidak, tadi cuma menemani interogasi aja. Ini mau kembali ke ruangan Louis.”

“Huh, Louis sudah kembali bekerja? Nah, tidak, dia belum kembali, kan? Jika sudah, pasti dia yang menemani Lira pas ngeinterogasi.”

“Ya, masih belum kembali kerja.” Balefire mengiyakan. “Aku kembali ke ruangan Louis, ya.” Lanjutnya selagi berjalan menjauh. Toni terlihat berpikir dan tidak memperhatikannya.

“Sebentar, kau ada kerjaan ga untuk malam ini, mate?” Tanyanya tiba-tiba. Balefire yang sudah beberapa langkah berjalan kembali mendekati Toni dan menjawab, “Tidak, jadwalku lumayan kosong sih.”

“Jam sebelas malam ke sini bisa? Ada yang ingin ku bahas nanti.” Kata Toni.

Balefire sedikit heran, “Mengenai apa?”

“Ya nanti aku kasih tahu. Kau istirahat dulu terserah, nanti jam sebelas malam ke sini kalau ga ada kerjaan, ok?”

Balefire diam sejenak sebelum mengiyakannya.

Great!” Toni tersenyum dan mulai berjalan lurus. Tangannya masih di kantong. “Bawa kedua kapakmu. Aku tahu kau masih menyimpan mereka. Sampai jumpa nanti, mate!”

Balefire cuma melihatnya berjalan menjauh, berpikir sejenak apakah harus bertanya lagi sebelum menggeleng dan berjalan ke arah lainnya.


Malam itu, Balefire begitu keluar dari ruangannya tidak berhenti di ruangan Louis, tetapi tetap berjalan lurus menuju ruang tunggu lantai euclid. Sekilas dia melihat ke kanan saat berada di sana, mengamati area kantor umum yang diisi setidaknya tiga orang. Dia berjalan mendekati pintu ganda koridor pembatas dan menarik salah satu pintu di depannya dan berjalan masuk.

Dia menoleh ke arah kiri dan mengeluarkan kartu pengenalnya yang sudah dia sediakan di kantongnya untuk diperlihatkan ke petugas di pos keamanan di sisinya. Satu diantara kedua petugas di dalam pos tersebut menoleh sebentar sebelum kembali membaca sebuah buku bersampul merah gelap yang Balefire tidak bisa lihat judulnya dengan jelas.

Balefire memang tidak berniat menunjukkan kartu pengenalnya dengan jelas karena dia langsung mengantonginya begitu penjaga mengalihkan pandangannya. Setelah beberapa hari, jika tidak ada yang mengawasi, penjaga di pos itu cuma asal melihat mukanya dan itu sudah cukup. Terlebih dengan masker gas yang dia kenakan.

Selain dari kedua petugas di pos tadi, koridor pembatas tidak berisikan personel lain. Balefire menduga mereka antara di ruang istirahat penjaga atau di kamar mess masing-masing.

Dia mendorong pintu ganda yang membatasi koridor pembatas dengan area penahanan dan mengamati tempat luas itu.

Dia melihat Toni bersandar di dekat pintu masuk sel Kelas-D dengan beberapa orang yang mengenakan seragam keamanan, lengkap dengan senapan biusnya. Kali ini Toni mengenakan topi flat cap miliknya.

Balefire mempercepat langkahnya.

“Sedikit lebih awal lima menit,” Balefire berkata saat cukup dekat dengan mereka, “Berapa lama kalian sudah di sini?”

“Eh, tidak terlalu lama. Kau membawa kapakmu?” Toni bertanya.

Balefire mengibaskan jas putihnya ke belakang, menunjukkan dua buah kapak yang menyelamatkan hidupnya kemarin berada di sisi kiri dan kanan pinggangnya. “Yah, jadi siapa mereka bertiga ini?” Balefire balas bertanya.

Toni menoleh ke arah tiga penjaga di belakangnya, “Jadi ini aku ngebawa tiga orang untuk upaya kita malam ini.”

“Langsung saja, tugas kita cuma jaga pintu kan?” Salah satu penjaga berkata.

“Ini ku jelaskan dulu ke dia.” Kata Toni segera. Dia kembali menoleh ke arah Balefire.

“Jadi, aku akan menyusup masuk ke kampung SCP-014-ID-B, dan aku ingin tahu apakah kau tertarik ikut.”

Balefire diam sebentar sebelum berkata, “Mengenai dokumen Bu Lira, bukan? Jadi kita memang akan menjarahnya, eh.”

Toni menggeleng, “Heh, tepatnya aku dan mungkin kau yang akan masuk menyusupnya, mate. Kalian malas ikut, bukan?

Salah satu penjaga menjawab, “Yah, ini cuma kerjaan mudah sih. Cukup jaga dan kau akan ngasih lima-“

Bagian bawah visor penjaga itu ditarik Toni yang berkata, “Iya, ntar aku bayar kok, ga sabaran amat lu.” Dia kembali fokus ke Balefire, “Jadi, kau dan aku menyusup masuk ke kampung mereka dan mencari dokumen itu. Mudah, bukan?”

Balefire menyilangkan kedua lengannya, “Kau tahu aku belum tahu apa pun mengenai kondisi ‘kampung’ mereka ini secara langsung. Terlebih kau mengatakan kita akan mencari yang artinya kita harus mengecek tiap tempat di sana. Kau keberatan memberitahukanku apa pun mengenai itu?”

“Ah, tentu. Sambil jalan ku jelaskan.” Kata Toni selagi mulai berjalan. Balefire berada di belakangnya, diikuti ketiga personel sebelumnya.

“Jadi,” Toni memulai penjelasannya, “Sekitar jam 12 malam. Lampu ruang penahanan SCP-014-ID-B dimatikan sepenuhnya. Saat ini beberapa masih redup menyala. Gunanya untuk menyimulasi habitat asli mereka. Ide Louis, BTW.”

Mereka berjalan memasuki area penahanan humanoid. Tempat itu merupakan koridor lurus dengan pintu di sisi kiri dan kanannya sampai ujung koridor. Balefire tidak tahu apa yang ada di ujung koridor itu.

“Tadi aku ada bertanya dengan Lira mengenai apa yang Bunyamin, SCP-014-ID-B-5, katakan. Mendengar penjelasannya, aku curiga dokumen Lira disimpan Bunyamin dan bukan di rumah Jagoan. Itu permulaan yang baik, bukan?”

Balefire mengangkat bahu, “Lakukan saja, aku ikut di belakangmu.”

“Oh, mengenai itu,” Toni tiba-tiba berkata, “Ada sel yang ingin ku kunjungi dulu. Kau duluan saja.” Katanya selagi menunjuk sebuah pintu di sisi kiri mereka yang tengah dijaga seorang personel.

Balefire terdiam di tengah koridor, memutuskan apakah mengikuti Toni atau duluan ke pintu masuk ruang penahanan SCP-014-ID-B.

Setelah beberapa saat, dia melanjutkan berjalan, “Sudah ku katakan aku ikut di belakangmu saja. Kau yang mengajakku tadi, bukan?”

“Eh, whatever, mate.” Toni tetap berjalan. Mereka melewati pintu ruang penahanan SCP-014-ID-B yang Toni tunjuk tadi. Ketiga personel yang mengikuti mereka memilih menunggu di sana. Toni malah berjalan ke pintu di seberangnya yang berada di sebelah kanan mereka.

Mereka berdiri di depan sebuah pintu sel penahanan. Plakat bertuliskan ‘SCP-019-ID’ tertulis di atas pintu. Selain sebuah lubang kunci, scanner kartu, dan gagang layaknya pintu lainnya, terdapat sebuah slot yang cukup besar untuk nampan makanan dan sebuah penutup kecil yang sepertinya untuk jendela. Keduanya dilengkapi gerendel yang berada di sisi luar pintu.

Toni mengetok tiga kali dan menggeser gerendel penutup jendela dan slot makanan sebelum membuka keduanya. Balefire mengamati dengan diam. Beberapa saat kemudian, seseorang terlihat di sisi seberang jendela. Anehnya dia mengenakan helm yang biasa dikenakan personel keamanan, dengan visor kuning khas mereka menutupi wajahnya. Hanya kepalanya yang tertutup helm yang bisa dilihat Balefire yang berada di belakang Toni.

“Mas Toni? Tumben dua kali ngejenguk, atasan mas ga marah?” Suara feminin terdengar dari sisi lain pintu. Setelah Balefire amati lagi, dia memang punya rambut hitam panjang terurai di belakangnya.

“Nah, ini mendekati tengah malam. Tidak ada orang kecuali penjaga.” Toni membalas selagi bersandar di pintu besi ruang tersebut.

“Ya sudah sih kalo ga apa-apa. Tapi ada apa ya? Dia teman mas?” Kata perempuan di sel yang mendapat pandangan jelas terhadap Balefire.

“Yeah, dia temanku. Acuhkan masker gasnya, dia cuma peneliti biasa. ” Kata Toni, “Aku dan dia rencananya akan menyusup masuk kampung Jagoan malam ini. Jadi aku ke sini ya… ingin memberitahukanmu itu. Berharap saja semua berjalan lancar.”

Balefire tidak bisa melihat mukanya, tetapi dari nada bicaranya, dia tahu ekspresinya berubah. “Si Jagoan itu? Ngapain, mas?! Mereka kan katanya bahaya!”

Toni mengangkat bahu, meski cuma hanya Balefire yang melihat, “Mereka mencuri beberapa dokumen penting temanku. Kau ingat Dr. Lira, kan? Nah, aku dan si masker gas ini…”

Toni terdiam sejenak menatap Balefire sebelum melanjutkan, “Kau tahu, perkenalkan dirimu padanya, mate.”

Balefire berjalan mendekati pintu sel. Dia menyadari perempuan di dalam mengenakan pakaian oranye. “Anda bisa memanggil saya, ‘Balefire’, uhh…” Jedanya selagi mendongkak ke atas, mengamati plakat di atas pintu.

“Rina, mate. Namanya Rina.” Toni berkata.

Balefire hanya menatapnya beberapa saat sebelum mengalihkan pandangannya ke Rina. “Yah, senang berkenalan denganmu, Rina.” Katanya selagi mundur menjauh.

“Senang berkenalan denganmu juga, Bale… fire? Bel lonceng?” Katanya agak kebingungan.

Toni tersenyum selagi menggelengkan kepalanya. “Panggil saja dia Bale, right mate?

Balefire tidak memiliki pilihan lain selain mengiyakannya, "B-a-l-e. Yah, memang seperti bel lonceng."

“Baik, ku rasa sudah waktunya kita pergi,” Toni berdiri dari sandarannya. “Doakan saja kami berhasil, ok? Aku akan mengunjungimu besok waktu biasa.”

“Hati-hati, mas.” Kata Rina dengan pelan selagi mundur dari pintu sel.

Toni diam beberapa saat sebelum berkata, “Yeah.”

Dia menutup penutup jendela dan slot makanan dan menguncinya seperti sebelumnya. Dia pun berjalan ke seberang, diikuti oleh Balefire. Dia bisa melihat para penjaga sebelumnya berkumpul di sisi kiri dan kanan pintu. Yang baru dia sadari adalah sebuah benda yang dia yakini adalah meja kantin yang dibalik dan disandarkan di dinding berada di sisi kiri penjaga tersebut.

“Aku memang punya pengalaman berada di sisi berlawanan dengan ideologi Yayasan,” Balefire bicara, “Tetapi aku tahu menjalin hubungan dengan SCP itu tindakan berbahaya.”

“Aku tahu, mate. Sejujurnya aku mempertanyakan kenapa harus seperti itu.” Toni membalas selagi menoleh ke belakang, “Sebagian tahanan di sini manusia, mate, dan sebagian dari itu hanya terkena kesialan dengan anomali. Jadi bagaimana bisa itu menjustifikasikan peraturan dingin Yayasan yang tidak menganggap mereka manusia?”

Balefire mengangkat bahunya “Peraturan dibuat dengan dua alasan, untuk mencapai sesuatu atau menghindari sesuatu. Kau bisa tahu dari moto Yayasan, mereka membuatnya karena alasan kedua.”

“Tidak berarti semua harus disamaratakan untuk menghindari paranoid berlebihan itu. Kau perlu mempertanyakan hal dalam hidupmu yang kau rasa tidak benar, mate. Dan kebijakan situs ini membuatku mempertanyakan beberapa hal.”

Mereka sampai di depan pintu ruang penahanan SCP-014-ID-B. Para penjaga sudah bersiaga di sisi kiri dan kanan pintu. Toni dan Balefire berdiri di sisi kanan pintu. Pintu ruang penahanan mereka berbeda dari pintu sebelumnya; gagangnya berukuran panjang, seperti untuk pintu geser. Tidak ada penutup jendela ataupun slot makanan. Selain sebuah lubang kunci, terdapat scanner kartu di sisi samping pintu.

“Mendekati lima menit sebelum tengah malam,” Penjaga di depan mereka berkata. “Kau ingin masuk sekarang atau tunggu lampu ruangan padam total?”

Toni mendekati pintu ruang penahanan, “Buka saja sekarang, kita amati keadaan dan ku putuskan setelahnya.”

Penjaga di kanan mengangguk ke arah dua orang penjaga di sisi kiri pintu yang merespon dengan menekan beberapa tombol di panel di depan mereka. Pintu dengan cepat bergeser ke samping secara otomatis. Suara yang dihasilkan lumayan keras, meski cuma sekejap.

Dengan cepat para penjaga di kiri pintu menggeser meja kantin yang sudah dibalik tadi ke arah pintu, menutupi akses masuknya.

“Tunggu beberapa menit untuk memastikan tidak ada jaga malam atau siapa pun yang terbangun karena suara pintu.” Salah satu penjaga menjelaskan.

Penjaga lain memberikan masing-masing sebuah senter kepada Toni dan Balefire. Mereka diam mendengarkan suara apa pun dari sisi seberang. Setelah beberapa saat, mereka secara perlahan menggeser meja tersebut ke samping, membuat celah agar Toni dan Balefire bisa masuk.

“Semoga beruntung.” Kata salah satu penjaga yang menggeser meja.

Toni hanya mengangguk dan melangkah masuk. Balefire menghela nafas sejenak sebelum ikut berjalan masuk di belakangnya.


Suasana ruang penahanan SCP-014-ID-B agak sepi. Tidak ada satu entitas pun di dalam. Lampu ruangan hampir padam, menyisakan cahaya redup bak sore saat matahari baru hilang tenggelam. Dalam kondisi ini Toni dan Balefire mengandalkan senter mereka untuk maju menyusuri kampung makhluk ini.

“Ku rasa kau tidak bisa mencium betapa busuknya bau tempat ini, eh mate?” Toni berjalan duluan ke kampung mereka.

Balefire hanya reflek menggeleng, meskipun Toni tidak melihatnya. “Masker ini tidak memfilter apa pun selain racun.”

Itu memang benar, tetapi dia ingat bau filter saat pertama dia menggunakannya cukup tajam karena terdiri dari bahan untuk memfilter gas beracun yang ada. Sekarang, jangankan memfilter racun, masker gas usang ini cuma berfungsi melindungi wajahnya karena dia ingat melubangi filter masker gasnya sendiri saat dia sudah tidak bisa bernafas dengannya. Tak peduli seberapa menggelikan atau tidak masuk akal itu terdengar, paranoid berhasil menguasai pikiran rasionalnya untuk ini.

Sampai sekarang ini.

Terdapat sekumpulan bangunan besar yang dibuat dengan bahan sebagian besar dari kayu di sisi kiri dan kanan ruangan. Meskipun ukuran tiap bangunan di sini memakan 35% lebar ruangan, setiapnya sepertinya dibangun seadanya. Tidak terlihat posisi paku yang rapi; bahkan tidak ada satu sisi bangunan yang tidak memiliki dua atau tiga paku mencuat hampir lepas di permukaan kayunya. Balefire ingin menyebutnya rumah, tetapi dari bentuknya yang secara abstrak mendekati persegi panjang, dia tidak tahu ini layak disebut rumah atau tidak.

Kiri dan kanan ruangan dihimpit bangunan serabutan yang menjadi hunian koloni makhluk pucat ini, menyisakan 30% lebar ruangan untuk menjadi gang sempit agar Toni dan Balefire bisa lewat. Di tiap pemisah antar bangunan, Balefire melihat tanaman tergeletak di lantai bersama dengan setumpuk tanah di bawahnya. Dalam kondisi remang, Balefire awalnya mengira mereka tanaman asli, bertanya bagaimana mereka bisa tumbuh di bawah lampu artifisial ruangan ini. Hanya ketika dia menyorotkan senternya ke arah tanaman itu baru dia menyadari itu hanya tanaman plastik yang merefleksikan sedikit dari cahaya senternya. Setelah Balefire amati lagi, beberapa tanaman plastik lain bahkan dijadikan bahan pembangun sebagian bangunan di sini.

Balefire menyadari di belakang bangunan-bangunan ini terdapat semacam selokan berukuran sedang. Setelah dia pertajam pendengarannya, dia bisa mendengarkan gemericik air yang Lira bilang berasal dari aliran selokan yang mengalirkan air baru yang sudah disaring.

“Jadi yang mana tujuan kita?” Balefire mendekati Toni yang terus berjalan. Di depan mereka cuma ada tiga bangunan. Satu bangunan di kiri, satu di kanan, dan satu bangunan berukuran tiga kali lebih luas dari bangunan lain di depan mereka. Bangunan tersebut memakan seluruh sisi akhir ruang penahanan panjang ini.

“Yang di depan bisa dibilang tempat tinggal Jagoan. Tetapi tujuan kita adalah bangunan sebelah kiri.” Kata Toni selagi menunjuknya. “Itu kediaman SCP-014-ID-B-5 a.k.a Bunyamin.”

“Kau tahu dia tinggal di sana?”

Toni mendekati bangunan itu, “Yeah, seingatku dia tinggal di sebelah kiri. Pernah melihatnya masuk ke sini, kau tahu.”

Hampir semua bangunan di sini tidak mempunyai pintu masuk; cuma ada celah kasar seukuran pintu untuk masuk. Balefire yakin dia secara samar melihat sesosok atau dua sosok entitas bergerak dalam ketiadaan cahaya di dalam sana. Tetapi tiga pintu terakhir setidaknya memiliki sekumpulan papan yang dipaku satu-sama lain sehingga berukuran sebesar celah pintu tersebut yang digunakan untuk menutupinya. Kurang lebih seperti meja kantin yang digunakan para penjaga sebelumnya.

Dengan perlahan Toni menggeser papan di depannya dan masuk begitu dia merasa cukup digeser. Balefire secara perlahan masuk ke bangunan tersebut setelahnya.

Saat melangkah masuk, Balefire menyadari dia tidak berdiri di lantai beton ruang penahanan lagi, tetapi sekumpulan papan yang dipaku secara asal tetapi merata ke seluruh permukaan lantai, meski tidak semua mencapai sudutnya. Tidak adanya sumber cahaya di dalam karena redupnya ruangan. Tetapi seharusnya bagian dalam bangunan gelap gulita, bukan redup, jadi dia mendongkak dan mengarahkan senternya ke atas dan menyadari bahwa, meskipun terdapat semacam atap yang menutupi sisi atas bangunan, terdapat sisi kosong yang cukup besar di atap bangunan tersebut.

Balefire mengarahkan senternya ke sekeliling; sebuah ruangan luas minim apa pun kecuali sekumpulan barang yang secara ambigu menyerupai furnitur ruang tamu. Meskipun begitu, dia tidak yakin seluruh bangunan lain memiliki ‘furnitur’ selengkap ini: Terdapat tumpukan papan dan sebuah pot besar yang terbalik di atasnya, mungkin sebagai meja kecil atau kursi. Terdapat juga beberapa kardus yang sudah lapuk dijejerkan seperti kursi panjang. Di ujung ruangan, terdapat celah yang mengarah ke sebuah ruangan lain di bangunan ini.

“Selamat datang di kediaman Bunyamin, mate.” Toni setengah berbisik berkata kepada Balefire, “Aku pernah ke sini bersama Louis, jadi aku tahu denah tempat ini setidaknya.”

Mereka berjalan ke ruangan lain dalam bangunan ini. Kali ini bukan replika abstrak furnitur, tetapi sekumpulan buku dan puluhan kertas berserakan di lantai. Meskipun begitu, dia juga melihat setumpukan yang mungkin terdiri dari dua puluh buku berada di bawah apa yang sepertinya merupakan rak buku mini dari papan. Toni mengarahkan senternya perlahan ke pojok ruangan. Balefire mengikuti arah cahaya senter dan melihat semacam karpet berwarna hijau gelap dengan sebuah bantal yang sepertinya berasal dari bangsal medis di sana, dengan pot terbalik lain di sampingnya.

Tidak ada siapa pun lagi di ruangan itu.

“Bunyamin tidak ada di rumah sepertinya.” Toni berjalan sambil menunduk mengamati kertas-kertas berserakan di lantai yang sebagian terlihat kotor karena debu atau karena hujan artifisial yang dikatakan Lira.

“Dokumen Bu Lira?” Tanya Balefire yang ikut mengamati kertas-kertas di bawahnya. Terdiri dari dokumen-dokumen yang tidak dia ketahui konteksnya.

“Mungkin…” Toni terdengar tidak yakin. Dia bolak-balik ruangan mengamati sebagian besar kertas di lantai. Sesekali dia menurunkan tangannya dan memegang kertas yang terlihat masih jelas minim noda.

“Sebagian besar kertas di lantai ini kertas lama; mereka terasa rapuh gitu.” Dia berjalan mendekati karpet di pojok.

“Beberapa kertas lain itu baru. Sedikit membuatku khawatir.” Toni berada di samping karpet tersebut dan menunduk untuk meraih bantal di karpet tersebut.

Toni mengangkat bantal itu dengan tangan kanannya dan menoleh ke Balefire, “Jarahan kemarin.” Katanya selagi tersenyum dan mengapitnya dengan lengan kirinya. Dia mulai menyinari pojok lain ruangan, mencari apakah ada yang dia lewatkan. Pada saat ini, bisa dipastikan sudah tengah malam karena satu-satunya sumber cahaya berasal dari senter mereka berdua.

Gerakan acak sinar senter Toni berhenti ke pojok ruangan. Toni memperhatikan sebuah kotak kecil yang tergeletak di sana.

“Masa…” Dia menggumam pelan selagi berjalan cepat ke pojok. Balefire cuma diam mengamatinya di tengah ruangan. Toni mengangkat kotak tersebut dan hanya mengucapkan sebuah kalimat, “Holy shit.”

Dia lalu berbalik ke arah Balefire, “Ini kotak peralatan gigi Lira, mate! Lira kehilangan benda ini dulu.” Dia mengamati kotak tersebut, “Sedikit penyok, tetapi Lira pasti akan senang melihat benda ini.”

“Kau tidak membukanya?” Balefire bertanya selagi berjalan mendekati Toni.

Toni menggeleng selagi menatap kotak itu, “Nah, mate. Kejutan untuk Lira.

Balefire mengamati kotak berwarna abu-abu gelap tersebut. Sedikit penyok di sisinya. Balefire berpikir apakah dia harus membuka kotak itu untuk melihat apakah ada barang yang bisa dipakai atau menghargai pendapat Toni.

Akhirnya Balefire mengangkat bahunya, “Terserah kau kalau begitu.”

Toni mengecek sekelilingnya lagi sebelum berkata, “Ku rasa kita tidak akan menemukan dokumen itu di sini.”

Tetapi dia menggerakan lengan kirinya yang mengapit bantal bangsal medis dan kotak dental Lira di tangan kanannya, “Tapi kita bawa oleh-oleh, mate. Cukup untuk menaikkan mood Lira selagi mengetik salinan barunya.”

Toni menyerahkan kotak dental Lira kepada Balefire, yang dia terpaksa terima dan diapitnya di lengan kirinya seperti Toni.

Mereka baru mau melangkah keluar ruangan ketika mendengar suara derit kayu papan di ruang lain.

Dengan cepat mereka mematikan senter mereka dan merapat ke dinding. Suasana masih tengah malam menjelang pagi, kemungkinan mendekati atau sudah pukul satu. Mereka dengan tenang menunggu reaksi apa pun.

Dua entitas SCP-014-ID-B melangkah masuk. Salah satu memakai jubah dan kacamata tanpa bingkai, sedangkan ban lengan satunya terlalu pekat akan warna merah untuk tidak diacuhkan.

Toni dan Balefire tetap diam. Balefire menunjuk ke sisi samping, mengisyaratkan untuk kabur segera, tetapi Toni menggeleng. Balefire memaksakan untuk kabur, tetapi Toni tetap tidak bergerak. Balefire terpaksa ikut diam dan mengamati kedua entitas di depannya.

Entitas SCP-014-ID-B yang berkacamata, Bunyamin, mengangkat pot di samping karpet yang menjadi tempat tidurnya. Dia mengeluarkan setumpuk besar kertas yang diapit seadanya oleh beberapa binder clip besar.

Dia menoleh dan menunjukannya ke Sang Jagoan, hanya untuk mengeluarkan suara teriakan nyaring begitu melihat Toni dan Balefire yang berdiri diam di pojok ruangan.

Sebelum Sang Jagoan menoleh, Toni dengan cepat berlari dan menendang Bunyamin. Tangannya meraih dokumen di tangan entitas itu. Toni menoleh ke kanan dan menyadari Sang Jagoan menodongkan pistolnya, hanya untuk tangannya dipukul oleh Balefire dengan sisi tumpul kapak di tangan kanannya sampai pistolnya jatuh.

Dengan cepat Balefire menendang pistol itu sejauh mungkin. Toni langsung lari keluar bangunan. Balefire mencoba kabur juga, tetapi kaki kanannya yang menendang pistol tadi diremas erat oleh Sang Jagoan. Balefire mengayunkan kapaknya, lupa bahwa yang diayunkannya sisi tajamnya, dan membuat sang pemimpin koloni tersentak mundur dan melepas pegangannya pada kaki Balefire. Balefire ikut lari keluar.

Dalam langkahnya keluar, Balefire tersandung kotak kardus lapuk yang ditata Bunyamin sebelumnya dan terseungkur keras menghantam lantai kayu tak rata. Dia bisa merasakan sekumpulan sisi tumpul paku dan papan yang mencuat mengenai dada dan kakinya. Dia meringis selagi mencoba bangun; dia mengantongi senter miliknya tadi untuk meraih kapaknya dan mengambil risiko berlari di kegelapan ruangan bermodalkan cahaya redup pukul satu pagi ruangan.

Tiba-tiba ada yang meremas tangan kanannya yang masih menggenggam kapak. “A’ey-a’ey, eit!” Kata Toni yang menggigit ujung senternya selagi membantu Balefire berdiri. Setelah dia berhasil berdiri sendiri, Toni menendang papan penghalang pintu keluar dan berlari ke luar. Balefire mencoba berlari meski kesakitan sedikit, berdoa agar tidak ada paku mencuat yang mengenai dengkul kakinya tadi.

Suara tembakan mulai terdengar dalam bangunan tadi. Toni dan Balefire berlari menerobos kumpulan bangunan kampung koloni SCP-014-ID-B selagi masing-masing entitas mulai terbangun dan keluar dari bangunan hunian mereka karena suara tembakan pemimpin mereka.

Balefire memaksakan diri menahan rasa sakit di kakinya dan mempercepat langkahnya, tetapi akhirnya terjatuh juga. Masker gas yang dikenakannya bergeser posisinya ke atas sehingga mulutnya terlihat, tetapi Balefire tidak sempat memperbaiki posisinya. Toni yang mendengar suara benda jatuh menoleh dan berlari ke arah Balefire.

Tidak memakan waktu lama bagi anggota koloni untuk mengelilingi mereka berdua. Toni menggigit kembali senternya dan mulai mengeluarkan pisau lipatnya; Balefire yang tersungkur tadi memperbaiki posisi maskernya, menurunkan kotak dental Lira, dan langsung berbalik. Tangan kirinya meraih kapak dipinggangnya selagi tangan kanannya menggenggam erat kapak satunya.

Pemimpin koloni SCP-014-ID-B berjalan cepat ke arah mereka. Setelah sampai, dia mengeluarkan pistolnya. Dia sepertinya kebingungan memilih apakah harus menembak Toni di depannya atau Balefire di tanah.

Setetes air jatuh ke tangan kanan Balefire. Dia mengira itu keringat sebelum lebih banyak tetes air jatuh ke badannya. Tak hanya Balefire, koloni SCP-014-ID-B mulai menatap ke langit.

“Hujan…”

Sprinkle di atap ruangan secara rapid menyala, membasahi ruangan dengan hujan artifisial. Toni yang menyadari penghuni koloni teralihkan akan hujan ini segera membantu Balefire berdiri. Balefire mengantongi kapak kedua di tangan kirinya dan mengambil kembali kotak dental Lira.

“Siap-siap untuk lari secepat mungkin, mate.” Toni berkata selagi mengalungkan lengan kiri Balefire yang memegang kotak di bahunya untuk membantu menahan badannya. Mereka mulai perlahan berjalan menjauh ke pintu keluar.

Sang Jagoan menyadari upaya mereka dan kembali menodongkan pistolnya ke arah mereka berdua. Pada saat itu, mereka cuma bisa berdiri diam; bersiap untuk setidaknya menghindari pelurunya mengenai bagian vital.

Cahaya di atas ruangan menyala tiba-tiba, menyilaukan suasana malam gelap gulita sebelumnya meski cuma beberapa detik. Setelahnya, suara guntur keras terdengar di interkom dalam ruangan. Cukup keras untuk mengagetkan Balefire, dan cukup keras untuk membuat penghuni koloni mulai berlarian ke sana kemari.

Toni langsung menyeret Balefire lari ke luar ruangan; hanya tinggal beberapa meter lagi dia sampai. Begitu berada di samping pintunya, Toni membantu Balefire berbelok ke arah kiri untuk keluar.

Sebelum Toni menyadarinya, Balefire ditabrak oleh Sang Jagoan. Entitas abu-abu itu mulai memukuli kepala Balefire, menggeser posisi maskernya lagi. Balefire membalas dengan menendangnya dengan kaki yang agak baikan. Tidak cukup untuk membuatnya kesakitan, tetapi cukup untuk menjauhkannya.

Balefire cukup bisa berdiri sendiri. Diangkatnya sedikit maskernya dan digigitnya kapaknya. Pipinya yang sobek menguntungkannya untuk menggigit kapaknya dengan kuat. Dia meraih kapak satunya dan berjalan mundur sampai punggungnya menghadap pintu keluar yang tertutup.

Dia tiba-tiba melihat cahaya datang dari sisi belakangnya.

Suara tembakan senapan bius terdengar, diikuti sekumpulan peluru bius beterbangan dan menancap di badan pemimpin koloni di depannya.

Balefire tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dan langsung berlari mundur. Dia terjatuh dengan punggungnya mengenai lantai saat dia berhasil keluar dari ruang penahanan SCP-014-ID-B. Para penjaga kembali menggeser dengan cepat meja kantin sebelumnya sebelum menutup pintu ruangan dengan benar.

“Kau terlihat berantakan, mate! Kau mau berbaring sejenak?” Toni mengulurkan tangannya selagi tertawa. Posisi topi flat capnya tidak benar.

Balefire melempar kapak di mulutnya ke samping dan memperbaiki posisi masker gas miliknya, “Langsung ke tempat Bu Lira. Untuk alasan formal dan informal.” Dia membalas selagi menepuk dengkul kakinya dan kotak dental Lira secara berurutan.

Mereka tertawa sejenak, memikirkan betapa nyarisnya barusan.

Kronik Situs-79

Bab 2: Sang Jagoan
« Berandalan Kampungan Situs | Negosiasi Dengan Orang Kampung | Kisah Seekor Tikus Tanah »

Unless otherwise stated, the content of this page is licensed under Creative Commons Attribution-ShareAlike 3.0 License