Penugasan Pertama
penilaian: +2+x

Suara ketukan meja memenuhi ruangan sunyi yang tengah Peneliti Junior Lucia “Lucy” Amelia tempati. Dia sendiri yang membuat suara tersebut dengan jari telunjuknya selagi memandangi layar komputer di depannya.

Dia melihat ke layar kosong latar belakang desktop komputer yang bergambarkan logo khas Yayasan; kerjaannya sudah selesai jam tiga pagi tadi dan dia tidak tahu harus apa selain menunggu waktu kerjanya habis dengan mengetuk mejanya mengikuti irama detik jam dinding.

Dia merupakan personel baru situs yang tengah dia tempati. Seorang personel pindahan yang dikirim untuk mengatasi kekurangan personel situs ini. Sebagai personel baru, tentu dia baru berstatus peneliti junior. Tugasnya adalah membantu personel sekelas peneliti senior yang telah dipasangkan dengannya atau yang memerlukan bantuannya. Tetapi saat ini yang dia kerjakan hanyalah cukup menjadi shift malam seorang peneliti senior.

Tetap saja…

Dia menoleh ke samping. Seorang pria tua mengenakan lab jas dan kemeja putih duduk di sofa kecil di sisi ruangan, dengan tenang membaca sebuah buku di tangannya. Dia adalah peneliti senior yang menjadi atasannya saat ini.

Peneliti Senior Herman Puspito.

Seharusnya dia tidak perlu lagi berada di ruangan ini dan Lucy yang harusnya menggantikannya. Tetapi dia berkata dia tetap di sana sepanjang malam. Lucy berpikir atasannya mungkin tidak terlalu mempercayakannya pada hari pertamanya bekerja. Di sinilah dia, duduk di meja atasannya sementara atasannya sendiri duduk santai membaca di sofa samping.

Lucy tahu ini sudah jam empat dini hari. Pria tua di sampingnya sama sekali tidak istirahat sejak awal gilirannya kerja. Lucy pikir dia tidur saat siang, tetapi dia sendiri tidak yakin itu merupakan kebiasaan yang sehat.

Dia mengamati atasannya; Lucy sudah melakukannya beberapa kali sebelumnya. Perawakan atasannya yang tua mengingatkannya pada seseorang dari situs asalnya. Seorang perempuan tua yang ramah yang memberinya beberapa penjelasan mengenai kehidupannya di sini. Dia pernah bekerja di sini bersama suaminya dulu sebelum dipindah sehingga dia punya pengalaman.

Suami perempuan tua yang dikenalnya itu katanya masih bekerja di situs ini, dan Lucy penasaran apakah pria di depannya adalah orang yang dirujuknya. Lucy tahu perempuan tua tersebut mengenakan cincin kawin di jarinya, tetapi dia tidak melihatnya pada atasannya.

Setelah beberapa saat, dia akhirnya memutuskan untuk bertanya,

“Pak Herman,” Dia melihatnya mengangkat kepala memerhatikannya. “Apakah Bapak sudah menikah?” Lucy bertanya.

Tentu Herman tertegun mendengar pertanyaan itu sehingga dia menurunkan buku yang dibacanya secara perlahan, tetapi ekspresinya tetap tenang. Kini dia terlihat berpikir, diam untuk beberapa saat sebelum menjawab singkat, “Iya.”

Dia sepertinya menunggunya memberikan pertanyaan lanjutan, jadi Lucy bertanya lagi, “Apa dia… ehm… apa dia ada di situs ini?”

Herman kembali membaca bukunya sembari membalas, “Tidak, dia sudah lama pindah situs.”

Lucy mengangguk mengerti. Sebelum dia bisa mengonfirmasinya, atasannya sendiri yang balik bertanya, “Kau menanyakan mengenai Miriam, bukan?”

Memang dia yang Lucy maksud. “Dia istri Bapak, kan?”

Herman tetap membaca bukunya, “Yah… anda bisa menebaknya.”

Lucy tidak melanjutkan bertanya sejenak. Dia tahu pertanyaan setelah ini merambat ke hubungan personal, tetapi dia sendiri penasaran akan beberapa hal.

Juga, kalau dia seperti yang Miriam dulu pernah ceritakan, seharusnya atasannya merupakan orang yang bisa diajak bicara santai.

“Kenapa Bu Miriam Bapak pindah ke situs asal saya dan kag- dan tidak tetap membantu Bapak di sini?” Lucy bertanya, setengah berharap atasannya mau menjawab.

“Ada kesempatan pindah situs,” Herman berkata, “Direktur tidak mau memberikannya ke orang selain diriku, tetapi saya menolak pindah. Setelah negosiasi, Direktur mau memberikannya ke istriku.”

“Dan kenapa Bapak menolaknya?” Lanjut Lucy.

“Anggap saja saya peduli. Ku rasa itu lebih mudah dijelaskan.” Herman menjawab.

Lucy awalnya ingin menanyakan apa maksud kalimat terakhirnya, tetapi dia teringat kata Miriam saat Lucy tanya mengenai suaminya, ‘Situs itu adalah tempat penyucian diri dari kesalahan’ itu katanya…

Situs yang Lucy tempati sekarang adalah Situs-79; situs asal Lucy menjulukinya ‘Neraka’. Meski sampai detik ini Lucy belum tahu asal muasal julukan tak mengenakan tersebut, tetap saja perlu alasan yang tidak dapat dijelaskan dengan sederhana untuk menjustifikasikan atasannya memilih tetap bekerja di situs semacam ini.

Tetapi dia masih penasaran pada satu hal lain,

“Bu Miriam memakai cincin kawin di jarinya. Kenapa Bapak tidak memakainya?”

“Oh, benarkah? Saya jujur saja merasa sedikit tidak nyaman mengenakannya saat bekerja.” Herman menjawab.

Jawaban yang tidak wajar, tetapi tetap masuk akal bagi Lucy. Herman baginya bukan seseorang yang begitu saja melepas sesuatu yang berharga bagi dia dan istrinya untuk kenyamanan sendiri. Tetapi mungkin saja dia terlalu banyak berprasangka.

Jadi Lucy merasa sudah cukup bertanya dan kembali pada kebosanannya memandangi monitor komputer.

Kira-kira sudah sekitar setengah jam Lucy memandang cahaya putih dari jendela aplikasi editor teks di layar di depannya sampai suara keras membuyarkan pikiran kosongnya.

Bukan hanya sekedar suara keras. Dari ritme dan nyaringnya, terdengar jelas itu suara sirene. Lucy langsung berdiri dari kursinya dan melihat ke arah atasannya. Atasannya juga langsung menutup bukunya dan berdiri juga.

Lucy tahu Yayasan mempunyai sirene untuk keadaan darurat, tetapi ini pertama kalinya dia mendengarnya. Sebelum dia sempat mengatakan apa-apa, interkom terlebih dahulu bersuara.

“ENTITAS SCP-033-ID TELAH DIKONFIRMASI MELANGGAR PENAHANAN. PROTOKOL SUNGAI KERUH DIBERLAKUKAN SAMPAI PEMBERITAHUAN SELANJUTNYA.”

“Oh, mereka.” Herman berkata selagi kembali duduk ke kursinya. Lucy yang masih tetap berdiri memutuskan ini saat yang benar-benar masuk akal untuk bertanya,

“Pak, apa kita benar-benar tengah mengalami pelanggaran penahanan sekarang?!” Tanya Lucy dengan cepat. Dia sering mendengar kisah terjadinya pelanggaran penahanan setiap beberapa bulan sekali di situs setingkat euclid; mengenai entitas-entitas kabur dari sel mereka atau memberontak, membuat kekacauan dan korban jiwa. Lucy bisa membayangkan kondisinya untuk situs setingkat keter.

“Benar, dan sudah sebaiknya anda tetap tenang.” Kata Herman. Dia mulai beranjak dan berjalan menuju tempat Lucy. Setelah berdiri di sampingnya, dia dengan sigap membuka basis data internal Yayasan dan membuka halaman bertanda SCP-033-ID.

Lucy memang pernah beberapa kali melihat halaman berisi anomali koleksi Yayasan, terutama saat awal bergabung sehingga dia setidaknya tahu yang mana yang harus dia khawatirkan jika terjadi pelanggaran penahanan.

Yang menyadarkan Lucy bahwa tidak ada orientasi semacam itu di sini saat dia bergabung ke sini.

Tertera di atasnya dokumen tersedia untuk level akses tingkat 1. Artinya informasi ini tersedia untuk semua personel di seluruh Yayasan. Mungkin nanti Lucy akan bertanya mengenai adakah entri anomali lain yang bisa dibacanya kepada atasannya.

Herman melepas tetikus komputer dan berjalan mundur selagi berkata, “Itu entitas yang lepas. Sekumpulan laba-laba yang mampu membuat kait pancing untuk memburu mangsanya. Mereka memang kadang lepas – biasanya saat dikeluarkan untuk pembersihan atau penelitian – karena mereka pelompat cepat.”

Lucy mengangguk menandakan dia mendengarkan penjelasan atasannya selagi fokus membaca halaman entitas tersebut.

Jikalau satu atau lebih spesimen SCP-033-ID absen, pencarian SCP-033-ID harus segera dilakukan mengikuti aktivasi Protokol Sungai Keruh sampai SCP-033-ID yang hilang ditemukan.

Protokol Sungai Keruh, itu yang Lucy dengar dari interkom. “Boleh aku membukanya?” Tanya Lucy selagi menunjuk tombol informasi tambahan mengenai itu di layar.

“Buka saja, tidak apa-apa.” Kata Herman. Dia kembali berjalan menjauh menuju sofa samping tadi dan melanjutkan membaca. Lucy heran kenapa dia bisa begitu tenang. Sifat bawaannya kali… Pikirnya.

Dia menekan tulisan ‘Buka Protokol Sungai Keruh’ yang diwarnai merah dan paragraf tambahan muncul di bawahnya.

Protokol Sungai Keruh: JIkalau satu atau lebih entitas SCP-033-ID terkonfirmasi melanggar penahanan, area sekitar lokasi terakhir entitas terlihat harus dikosongkan untuk pencarian penuh, diikuti oleh larangan mobilisasi untuk seluruh personel lantai tersebut jikalau masih tidak ditemukan dalam satu jam.

Begitulah poin utama dari protokol itu. “Jadi kita tidak boleh keluar sampai mereka menyatakan kondisi aman?” Tanya Lucy kepada atasannya.

“Sebenarnya tidak perlu. Anda tahu kalau area penahanan dan area kantor saling terpisah, kan? Kita aman di sini.” Jawab Herman selagi tetap membaca.

Lucy mengangguk mengerti, “Jadi itu kenapa anda tenang-tenang saja ya…” responnya. Mungkin situs ini tidak seburuk yang dia kira. Bagi peneliti, setidaknya; personel keamanan lah yang pasti menganggap tempat ini sebagai semacam neraka.

Dia pun melanjutkan membaca sisa halaman entitas di layar selagi menunggu pemberitahuan berikutnya. Ruangan tempatnya berada kedap suara sepertinya, karena dia tidak bisa mendengar apa pun selain keheningan ruangan.

Lucy melirik ke arah Herman, penasaran apakah dia masih bersikap tenang seperti tadi. Lucy mendapatinya menatap pintu sekilas sebelum kembali membaca.

“Jadi begitu…” Gumamnya.

“Maaf, Pak?” Lucy bertanya. Herman menoleh ke arahnya dan berkata, “Tidak, bukan apa-apa. Cuma sedang membaca bagian ini saja.” Selagi menunjuk bukunya.

Lucy mengangguk paham. Dia kembali menatap layar, sudah sampai di bagian akhir halaman di depannya. Dia mengalihkan pandangannya ke pojok kanan bawah layar komputer, menyadari bahwa sudah jam lima dini hari. Mengetahui shift-nya akan selesai sejam lagi, dia beranjak dari kursinya dan bertanya, “Pak, menurut Bapak apakah tidak apa-apa kalau saya keluar mengambil minum?”

Lucy tahu di antara area penahanan dan area kantor terdapat lift dan ruang istirahat. Dia ingat ada galon air dan kopi saset. Sedikit minum tidak masalah, kan.

“Ya, silahkan saja.” Herman berkata selagi tetap membaca bukunya.

Mendengar itu, Lucy pun berjalan ke pintu luar. Dia merasa Herman memang membebaskannnya melakukan apapun selama kerjaannya selesai. Lagi pula, dia terlihat fokus dengan bukunya sekarang.

Lucy membuka pintu ruangan dan mengamati koridor kosong di depannya. Koridor kantor pribadi memang sepi. Dia pun melangkah ke arah kiri menuju arah ruang istirahat.

Belum satu langkah pun dia pijak, tangan kirinya dipegang dan ditarik ke belakang.

Dia hampir terjatuh, tetapi berhasil menjaga keseimbangannya. Dia menoleh ke kirinya dengan cepat dan menyadari atasannya yang berada di sampingnya. Tangan kanan atasannya melepas pegangannya pada tangan Lucy.

“Ke- Kenapa, Pak?!” Lucy bertanya dengan cepat. Sebagian kecil karena kesal ditarik tiba-tiba dan sebagian besar karena benar-benar kebingungan. Ekspresi atasannya tidak tenang seperti tadi, tetapi antara tegang atau gugup.

“Kau melihat retakan di lantai itu?” dia berkata selagi berjalan cepat menuju mejanya. Tangannya menunjuk ke bawah depan pintunya. Lucy melihat ke bawah dan menyadari ada retakan di lantai keramiknya. Dia tidak terlalu ingat apakah ada retakan sebelum dia masuk tadi, tetapi dia kira itu hal biasa.

Dia tahu ada takhayul untuk tidak menginjak retakan di lantai meski seingatnya itu berlaku untuk trotoar. Apa dia percaya begituan? Pikirnya selagi mengamati atasannya sudah sampai di mejanya dan mengambil telepon kabel.

“Kau hampir menginjak ranjau.” Katanya singkat selagi menekan tombol.

“Hah?” Cuma itu yang bisa dia katakan. Dia melihat lagi ke arah retakan di lantai dan benar-benar sepenuhnya kebingungan. Dia mengamati sebentar retakan di depannya sebelum mendekati atasannya untuk bertanya lebih lanjut.

“Nak Herria,” Herman berkata kepada telepon yang dipegangnya, “Saya mencurigai SCP-007-ID juga ikut lepas dan menanam ranjau tepat di depan kantorku. Kirim David ke sini segera.”

Lucy tidak bisa mendengar apa yang dikatakan orang di sisi lainnya, tetapi dia tahu apa yang tengah dihadapinya. Atasannya masih sibuk dengan panggilannya, jadi dia inisiatif membuka halaman basis data Yayasan yang masih terbuka di halaman SCP-033-ID dan menggantinya dengan designasi SCP-007-ID.

Awal halamannya sama, cuma pemberitahuan bahwa artikel ini tersedia untuk Level Akses 1 dan keatas, tetapi dia juga bisa melihat ada semacam pilihan untuk mengakses versi Level Akses yang keberapa. Dia baru menyadari itu dan berpikir untuk mengecek ulang halaman laba-laba tadi untuk mengetahui apakah hal yang sama juga ada pada halaman tersebut.

Dia rasa tidak pantas untuknya membuka versi di atas Level Aksesnya yang baru 1, jadi dia melanjutkan membaca entri entitas di depannya.

Deskripsi: SCP-007-ID adalah designasi yang diberikan kepada seekor kucing ras Domestik Rambut Pendek atau lebih dikenal dengan sebutan “Kucing Kampung” yang berjenis kelamin betina dengan warna bulu abu-abu dan sedikit bercak putih di beberapa titik.

Ya elah, cuma kucing doang. Lucy pikir dengan lega. Awalnya dia mengira ia entitas berbahaya sampai mampu menanam ranjau. Tetapi Lucy tetap membaca lebih lanjut.

Feses SCP-007-ID (selanjutnya dirujuk sebagai SCP-007-ID-A) memiliki properti anomalus saat gaya tekanan ditujukan ke permukaannya. Tekanan tersebut langsung menyebabkan SCP-007-ID-A meledak dengan jangkauan fatal mencapai 2 meter.

…Yang benar saja… Lucy tidak tahu harus berkata apa. Anomali koleksi Yayasan memang di luar nalar semua.

SCP-007-ID secara anomalus mampu menggali lantai yang dibuat dengan komposisi yang tidak memungkinkan untuk digali.

SCP-007-ID mampu menutupi kembali bekas galiannya dengan tingkat kerapian sekitar 80%.

Mungkin itu alasan kenapa atasannya mencurigai retakan di depan ruangannya. Retakan sebesar jelas sukar muncul dalam semalam dan atasannya pasti akan langsung menyadarinya.

“…Seharusnya anda tidak langsung mengatakan saya paranoid.” Kata Herman. Dia masih berbicara di telepon. “Kita tidak tahu berapa banyak -1 yang tersebar di tempat ini, jadi jalankan saja protokolnya.”

Dan setelah mendengar balasan dari sisi lainnya, Herman mengakhiri panggilannya.

“Bapak tadi memanggil siapa?” Tanya Lucy begitu atasannya sudah selesai bicara. “Kepala keamanan internal. Saya mencurigai entitas SCP-007-ID lepas dan ternyata memang benar.” Jawabnya.

“Sepertinya anda sudah mengetahui informasinya.” Katanya lagi seraya menunjuk ke layar monitor. Lucy mengiyakannya.

Tiba-tiba, mereka mendengar suara lagi dari interkom situs,

“SCP-007-ID TELAH DIKONFIRMASI MELANGGAR PENAHANAN. PROTOKOL LANTAI DANSA DIBERLAKUKAN SAMPAI PENGUMUMAN SELANJUTNYA. PROTOKOL SUNGAI KERUH MASIH BERLAKU.”

Lucy menggulir tetikus komputer dan kembali ke bagian atas halaman SCP-007-ID. Bagian PPK-nya berisi metode standar merawat kucing, meski melibatkan ahli hewan dan penjinak bom. Lucy juga menyadari artikel ini merujuk Insiden SCP-007-ID-1 beberapa kali, meski tidak ada penjelasannya di halaman ini(atau mungkin versi Level Akses ini). Tidak lama sampai dia akhirnya menemukan kalimat ‘Buka Protokol Lantai Dansa’ berwarna merah dan menekannya.

Jika SCP-007-ID terindikasi menerobos penahanannya, seluruh personel non-SCP-007-ID di lantai yang sama dengan ruangan penanganan SCP-007-ID tidak diperbolehkan bergerak dari posisi mereka dan keberadaan SCP-007-ID harus dilacak segera. Lift di lantai tersebut wajib dijaga personel keamanan. Selama pelacakan, personel tetap harus melaporkan jika melihat SCP-007-ID atau retakan baru di lantai.

Jadi sama seperti SCP-033-ID, meski personel harus mengawasi sekeliling mereka sekarang. Pikirnya. Dia membaca kembali paragraf di atasnya,

Jikalau SCP-007-ID telah terindikasi menggali lantai situs, personel keamanan spesialis SCP-007-ID harus mengektraksi SCP-007-ID-A tanpa merusak teksturnya sedikitpun.

“Jadi mereka akan mengirim personel keamanan ke sini?” Tanya Lucy setelah membaca bagian itu.

“Mereka harus menunggu personel Protokol Sungai Keruh mengizinkan mereka memasuki area kantor dulu, sayangnya.” Balas atasannya. Jadi mereka berdua hanya bisa menunggu. Lucy berjalan lagi ke arah pintu yang masih terbuka dan melihat ke arah kirinya; belum ada siapapun yang datang.

Lucy kemudian berjongkok untuk mengamati retakan tepat di depan pintu mereka. Cuma satu petak keramik yang retak. Retakannya terlihat natural bagai memang rusak karena usia.

Dia berdiri terkejut ketika interkom tiba-tiba berbunyi lagi.

“SCP-007-ID TELAH BERHASIL DITEMUKAN DAN DIAMANKAN DI: AREA MESS A. PROTOKOL LANTAI DANSA MASIH DIBERLAKUKAN. PROTOKOL SUNGAI KERUH MASIH DIBERLAKUKAN.”

“Mereka menangkapnya?” Lucy bertanya pada atasannya yang bersandar di dinding kanannya.

“Menangkapnya adalah bagian mudah karena dia sudah dilengkapi pelacak. Mereka akan menganalisis jalur pergerakan SCP-007-ID untuk mengetahui di mana saja dia menanam ranjau.” Jawab Herman. Lucy hampir tertawa kecil waktu atasannya merujuk feses kucing tersebut sebagai ranjau. Dia rasa dia tidak bisa menyembunyikan ekspresi menahan tawanya tadi di depan atasannya.

Karena pintu ruangan yang terbuka, mereka berdua bisa mendengar suara berisik bagai sesuatu diseret. Lucy berjalan duluan ke arah pintu dan menoleh ke kiri. Kali ini dia bisa melihat empat personel berjalan ke arah mereka dengan tangki berwarna hitam pekat berukuran besar dengan logo Yayasan di tengahnya diseret mereka. Dua orang dari mereka mengenakan baju anti bom.

“Sebaiknya anda menjauh dari pintu.” Herman berkata padanya. Lucy menoleh singkat dan menurutinya. Dia kini berada di belakang Herman yang kini berdiri di depan pintu.

Dua orang personel yang mengenakan baju anti bom tadi berdiri di sisi kiri dan kanan retakan di lantai. Lalu Lucy melihat satu orang lagi berdiri di samping mereka. Yang ini cuma mengenakan seragam keamanan standar saja minus helmnya, membuat Lucy bisa melihat rambut tipis dan wajah seriusnya.

Dia baru menyadari kalau lutut bagian bawah kedua kakinya terbuat dari besi. Kaki prostetik; dia mengenakannya untuk kedua kakinya.

“Bukankah ini kebetulan yang hebat!” Dia berkata tiba-tiba dengan bersemangat. Dia tersenyum, tetapi matanyanya jelas menunjukkan ekspresi tidak bersahabat. “Kau hampir menyebabkan Insiden-SCP-007-ID lagi, meski ku hargai kali ini kau yang jadi korbannya.”

“Sudah lima tahun,” Herman berkata pelan. “Kau tidak pernah melupakannya?”

Pria di depannya tidak menghiraukan pertanyaannya dan menoleh ke arah Lucy. “Kau! kau asisten baru dia?”

Lucy mengiyakannya dan pria itu menepuk tangannya dan berkata “Wah! Jadi kabar kau akhirnya punya asisten lagi ternyata benar.”

Herman tidak merespon apa-apa, pria itu kembali menoleh ke arah Lucy, “Jadi siapa yang hampir menginjaknya?”

Lucy terkejut dia bisa menduga kalau dia hampir menginjaknya. Dia hampir saja mengiyakan lagi, tetapi dia melihat ke arah Herman yang menunduk ke bawah dan mengingat kembali sifat pria di depannya sebelumnya.

“Tidak ada.” Lucy berbohong padanya, “Pak Herman yang menemukannya saat mengecek keadaan.”

Pria di depannya jelas terlihat tidak terlihat senang mendengarnya, “Yah, tidak bisa mengharapkan lebih dari ini.”

Dia kemudian mengalihkan fokusnya kepada kedua personel dengan baju anti bom di sampingnya yang tengah mencongkel sedikit demi sedikit pinggiran retakan di lantai.

“Ku rasa cukup, ambil alat pahatnya!” Pria itu berkata kepada satu personel lagi yang mengenakan seragam personel keamanan biasa. Personel tersebut berjalan ke luar jangkauan pandang Lucy yang terhalang dinding. Dia kemudian kembali dan menyerahkan dua buah alat pahat dan palu kepada kedua personel dengan baju anti bom. Mereka berdua pun mulai menghancurkan tanah di sekeliling retakan.

“Apa tidak apa-apa menggali tanah seperti itu?” Lucy bertanya kepada orang-orang di depannya.

“Tolong jangan ajak mereka bicara karena mereka perlu konsentrasi.” Pria tadi yang membalasnya. “Mereka berlatih setengah tahun untuk ini dan berpengalaman tiga tahun membersihan ruangan kucing itu.”

Ucapan pria itu benar, sekitar satu jam kemudian kedua orang tersebut sudah dengan perlahan mengangkat potongan semen dari lantai dan memasukkannya ke tangki hitam tadi dengan perlahan.

“Kami akan membawanya ke luar situs sekarang.” Kata pria di depannya selagi sisa personel lain beranjak pergi. “Akan lebih memudahkan kami jika kau injak saja ranjau tadi sebenarnya.” Dia menambahkan.

Antara sebuah permintaan untuk mati atau candaan, tetapi Lucy tentu saja tahu itu candaan buruk.

“Kau tahu kita berada di atas lantai ‘teman’mu dan puluhan personel lantai euclid lainnya, kan?” Herman membalas.

Pria di depannya mengangkat bahu dan melangkah pergi. “Yah, jaga dirimu, Pak!”

Lucy melihat ke arah Herman yang masih diam menunduk. “Dia siapa sih, Pak?”

“Agen Senior David Widya, personel spesialis penanganan SCP-007-ID” Jawab Herman.

“Kenapa dengannya? Maksudku, yang terakhir tadi candaan yang jelek.” Lucy melihat ke luar, mengamati pria tadi masih di koridor bersama personelnya melangkah menjauh.

“Trauma. Kau bisa melihat dia merupakan korban SCP-007-ID-1.” Balas Herman dengan pelan, mulai melangkah ke arah sofa tadi.

“Tapi kenapa dia kelihatan ga senang gitu sama Bapak?” Lucy kembali bertanya.

Herman tidak menjawab dan hanya duduk diam meraih bukunya tadi. Merasa dia tidak bisa ditanyai, dia memutuskan ke luar dan mengejar pria tadi. Lucy bisa mendengarkan para personel di depannya saling bicara satu sama lain selagi dia mendekat.

“Maksudku, tetap saja itu berada di depan ruangannya.”

“Sudah ku bilang, sejarah akan terulang.”

“Kataku apa? Memang-“

Salah satu personel keamanan berhenti bicara dan menoleh ke belakang. Rekannya yang lain akhirnya menyadari suara langkah kaki tambahan dan ikut menoleh ke belakang.

“Oh, kau asisten Herman, kan?” Pria tadi berkata selagi berjalan mendekatinya.

“Ya, namaku Lucy. Aku masih baru di sini, jadi aku ingin tahu ada apa di antara kalian berdua? Yang kau katakan terakhir itu tadi candaan yang buruk kau tahu.” Lucy bertanya langsung padanya.

Pria itu melirik ke arah belakang Lucy. Dia lalu mengisyaratkan personel lain untuk terus berjalan sehingga tersisa mereka berdua sekarang.

“Dengar, Lucy. Aku dulu pernah mengawal asisten Pak Herman sebelumnya. Tebak bagaimana aku kehilangan kedua kakiku.” Dia berkata.

Lucy melihat ke arah kakinya, “Aku sudah menduga itu, tapi apa hubungannya dengan Pak Herman?” Lucy bertanya lagi, tidak menemukan kecocokan apapun.

Pria di depannya mengalihkan pandangannya, “Awalnya aku mendampingi asistennya mengadakan penelitian atas perintahnya. Kemudian saat SCP-007-ID lepas, dia memanggil asistennya kembali ke ruangannya. Kami terpaksa ke sana di tengah protokol dan untungnya aku yang kena ranjaunya. Tetap saja, dia juga terkena cedera otak.”

Lucy heran mendengar ceritanya. Dia tahu dari pengalamannya selama beberapa jam pertama dengan atasannya, Herman bukan tipe orang yang suka memaksakan sesuatu. Tetapi dia diam karena dia sendiri tidak tahu apakah dia selalu seperti itu atau baru-baru saja.

“Kau bisa menganggapnya karma. Dia pantas menerima itu.” Lanjutnya.

“Aku tidak yakin dia sengaja menginginkan segala hal itu terjadi.” Lucy membalas. Bagaimanapun, dia tidak punya sesuatu untuk membuktikan pernyataannya atas sikap Herman dulu dan apakah dia pantas mendapat balasan apa pun.

“Ya sudahlah,” Dia beranjak meninggalkannya. “Jaga dirimu, Lucy. Orang-orang yang dekat dengannya selalu menderita. Semua orang di situs ini tahu itu.”

Lucy terdiam di tengah koridor, mengamati pria itu menjauh dan hilang dari pandangan. Dia berjalan pelan ke arah ruangan atasannya. Sebelumnya, dia mengamati lagi sisa galian lantai tadi, memikirkan perkataan pria itu.

Dia melihat Herman kembali di sofa, duduk diam menatap langit-langit ruangan. Dia tak membaca bukunya lagi. Apakah sifatnya sekarang sama seperti dulu?

Herman yang melihat Lucy masuk berkata pelan, “Kau tidak jadi mengambil minum?”

Lucy tertegun dia masih ingat perkataannya sebelumnya. “Tidak, tidak jadi, Pak.”

Herman mengangguk mengerti. Kemudian dia berkata, “ku lihat pekerjaanmu sudah selesai, kenapa kau tidak istirahat saja di ruanganmu sekarang?”

“Apa…. Apa Bapak baik-baik saja?” Lucy bertanya dengan sedikit kekhawatiran.

“Ku rasa.” Dia tersenyum. Atau setidaknya mencoba tersenyum. Matanya tidak melihat ke arah Lucy, tapi kali ini arah lantai seperti tadi.

Lucy memutuskan untuk mengambil barangnya di meja dan berjalan pelan ke luar. Dia mengamati lagi bekas ranjau di lantai tadi. Lucy melihat ke petak keramik di sekelilingnya yang tidak terdampak.

Tiba-tiba Lucy menyadari satu hal; petak keramik dengan ranjau tersebut posisinya tepat di depan pintu itu bagaikan memang ditanam persis di sana.

Lucy berjongkok untuk mengamati lebih dekat. Segalanya terlihat wajar, tetapi tidak mungkin SCP-007-ID menanamnya tepat di depan pintu. Dia tidak pernah percaya dengan kebetulan.

“PROTOKOL LANTAI DANSA DINYATAKAN TIDAK BERLAKU LAGI. PROTOKOL SUNGAI KERUH MASIH BERLAKU.”

Di tengah kerasnya suara interkom, sesuatu terlintas di kepalanya. Lucy tertegun akan apa yang tengah dia pikirkan, kedua matanya terbelalak. Setelah beberapa saat, dia akhirnya berdiri dan melangkah menjauh.

Ini jelas bukan kebetulan, Dia berjalan ke arah ruang istirahat dan bukan ke area mess. Kesengajaan?? Tapi untuk apa??

Dia terus berjalan sampai ke tengah ruang istirahat dan berbalik. Dia bisa melihat pintu ganda menuju ruang penahanan di sisi kirinya dan ruang kantor umum dan pribadi di depannya. Puluhan personel lalu lalang di hadapannya. Dia mulai merasakan keringat di dahinya; entah karena berjalan cepat tadi atau itu keringat dingin kekhawatirannya.

Jangan-jangan upaya pembunuhan???

Lucy diam mengamati mereka semua; personel yang bersikap seperti tidak ada yang terjadi barusan meski dua protokol sudah berjalan. Apatisme bisa saja memungkinkan upaya seperti itu terjadi, apalagi di situs dengan reputasi buruk seperti ini.

“Apa-apaan situs ini sih…”

Kronik Situs-79

Bab 3: Ladang Ranjau
| Penugasan Pertama | Daerah Dilanda Perang »

Unless otherwise stated, the content of this page is licensed under Creative Commons Attribution-ShareAlike 3.0 License